Sunday, September 15, 2013

Tugas 2


Bab 2
Teori-teori Belajar Awal

Di awal abad ke 20, disiplin psikologi yang baru terbentuk sedang mencari arah dan fokus. Psikologi juga ingin mengembangkan sains pasti seperti fisika dan kimia. Akan tetapi, disiplin ini belum memiliki metode riset yang pasti. Dari sini lahir behaviorisme, yang diperkuangkan oleh pendirinya, B. Watson. Dua pendekatan awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme. Keduanya memprioritaskan belajar dan berhasil mengolah berbagai perilaku dalam laboratorium. John Watson mendukung studi perilaku. Alasannya adalah semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui respons, dan respon-respon tertentu biasanya disebabkan oleh peristiwa (stimuli) tertentu. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu untuk memprediksi respon yang ditimbulkan lewat srimulus, dan sebaliknya.

Istilah behaviorisme merujuk pada beberapa teori yang mengandung tiga asumsi dasar tentang belajar. Asumsi ini adalah :

  1. Yang  menjadi fokus studi seharusnya adalah perilaku yang dapat di amati, bukan kejadian mental internal atau rekonstruksi verbal atas kejadian.
  2. Perilaku harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana (stimuli spesifik dan respon spesifik).
  3. Proses belajar adalah perubahan behavioral. Suatu respon khusus terasosiasikan dengan kejadian dari suatu stimulus khusus, dan terjadi dalam kehadiran stimulus tersebut.
Pavlov dan Pengkondisian Klasik atau Refleks

Eksperimen terkenal terhadap refleks dilakukan di laboratorium Ivan Pavlov, beliau menemukan bahwa reaksi tidak sengaja, keluarnya air liur, dapat dilatih untuk merespon suara yang tidak berhubungan dengan makanan. Riset dilaboratorium Pavlov ini penting karena ia menunjukkan bahwa reaksi keluarnya air liur adalah refleks-reaksi spontan yang terjadi secara otomatis ketika menerima stimulus tertentu. Mengubah relasi alamiah antara stimulus dan reaksi itu dianggap sebagai terobosan penting dalam studi perilaku.

Behaviorisme John Watson

Selain mengajak orang lain untuk mendukung pendapat behaviorisme yang didasarkan pada pengkondisian klasik, Watson juga mengembangkan teori emosi behavioral, dia berpendapat bahwa kehidupan emosi orang dewasa bersumber dari pengkondisian reaksi emosioanal insting (cinta,marah.takut) terhadap berbagai macam objek dan peristiwa. Watson menunjukkan teorinya dalam eksperimen dengan Albert, bayi usia 11 bulan. Reaksi takut Albert dikondikan ke tikus putih dan reaksi ini di transfer ke kelinci putih.

Koneksionsime Edward Thorndike

 Meskipun koneksionisme Edward Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori behavioris, ia berbeda dengan pengkondisian klasik dalam dua hal.
  • Thomas Thorndike tertarik dengang proses mental, dan dia pertama-pertama mendesain eksperimennya untuk meneliti proses pemikiran binatang.
  • Alih-alih meriset reaksi refleks atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarela.
Thorndike menyebut eksperimen ini sebagai pengkondisian instrumental untuk merefleksikan perbedaannnya dengan pengkondisian klasik. Teori ini dikenal sebagai koneksionisme karena hewan membangun koneksi antara stimuli partikuler dengan perilaku mandiri.
Thorndike pada awalnya mengidentifikasi tiga hukum belajar, untuk menjelaskan proses ini.
  1. Hukum efek (low of effects) menyatakan bahwa suatu keadaan yang memuaskan setelah respon akan memperkuat koneksi antara stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan melemahkan koneksi tersebut. 
  2.  Hukum latihan (low of exercise) menyatakan bahwa perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respon yang benar. 
  3.   Hukum kesiapan (low of readiness) mendeskripsikan kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau “menjengkelkan”
Thorndike mendasarkan interpretasinya atas proses belajar pada studi perilaku. Namun, karena teorinya juga mencakup referensi ke kejadian mental, teorinya berada ditengah-tengah antara perspektif kognitif dan behaviorisme “murni” dari periset lain. Dua pendekatan belajar lainnya, yang disebut teori S-R, dikembangkan oleh Clark Hull dan Edwin Guthrie. Hull mendeskripsikan penguatan sebagai pemenuhan kebutuhan biologis dan Guthrie mengidentifikasi prinsip belajar tunggal, asosiasi atau kontiguitas dari stimulus dan respon.

Psikologi Gestalt

Fokus awal riset Gestalt adalah pengalaman persepsi. Riset yang dilakukan psikologi Gestalt terhadap persepsi visual menunjukkan bahwa :
  • Ciri global dideteksi sebagai keseluruhan, bukan sebagai elemen-elemen sederhana
  • Proses ini konstruktif karena individual sering mentransformasikan input visual yang tidka lengkap ke dalam citra perseptual yang lebih jelas.
Asumsi dasar teori Gestalt adalah:
  1. Yang mestinya dipelajari adalah perilaku molar bukan perilaku molecular (kontraksi otot atau sekresi kelenjar)
  2. Organisme merespon “keseluruhan sensoris yang tersegregasi” ketimbang pada stimuli spesifik atau kejadian-kejadian yang terpisah dan independent
  3. Lingkungan geografis yang hadir sebagaimana adanya, berbeda dengan lingkungan behavioral, yang merupakan cara sesuatu muncul. Lingkungan behavioral adalah realitas subjektif.
  4. Organisasi lingkungan sensoris adalah interaksi dinamis dari kekuatan-kekuatan di dalam struktur yang mempengaruhi persepsi individu.
Karakteristik tampilan stimulus yang mempengaruhi persepsi adalah komprehensivitas dan stabilitas gambaran (hukum pragnanz) dan karakteristik lain yang memberi kontribusi pada kelengkapan struktur atau pola. 

Psikologi Gestalt memberikan kontribusi beberapa konsep untuk memahami pemecahan masalah. Mungkin yang paling terkenal adalah konsep pemahaman (wawasan), yang melibatkan reorganisasi persepsi seseorang untuk “melihat” solusi. Analisi kontemporer mengindikasikan bahwa pemahaman kreatif pada masalah baru memerlukan kerja keras dan riset, periode inkubasi, momen wawasan, dan pengkajian lebih lanjut. Dalam kehidupan sehari-hari, wawasan terhadap masalah mungkin diperoleh lewat pengaturan kembali beberapa aspek dari persoalan, elaborasi, dan relaksasi pembatas. 

Kontribusi lain dari psikologi Gestalt adalah pembedaan oleh Wertheimer atas belajar arbitrer (tanpa makna) dan belajar bermakna, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhipemecahan masalah. Didalamnya mencakup pengidentifikasian masalah untuk menyusun solusi yang memiliki nilai fungsional, peran penemuan pemecahan masalah yang bermakna dengan panduan, dan menghindari pembatasan pemecahan masalah. Hal-hal yang membatasi itu antara lain adalah kekakuan fungsional, yakni ketidakmampuan untuk melihat elemen-elemen dari masalah dengan cara baru dan belenggu masalah, yakni kekuatan dalam memecahkan masalah. Perkembangan lainnya adalah aplikasi konsep Gestalt ke formal kelompok sosial dan motivasi serta konsep belajar laten.

Perbedaan antara Behaviorisme dan Teori Gestalt

Psikologi behaviorisme dan Gestalt mendasarkan risetnya pada asumsi yang berbeda mengenai sifat dan belajar dan fokus studinya. Behaviorisme mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidentifikasi stimuli dan respons spesifik sebagai fokus riset. Sedangkan, psikologi Gestalt berpendapat bahwa sesorang merespon stimuli yang berorganisasi dan persepsi perorangan adalah faktor penting untuk memecahkan masalah. Orientasi yang berbeda ini menimbulkan kontribusi berbeda untuk bidang pendidikan.